Filosofi Masjid Raya Sumatera Barat

Apabila dilihat sekilas, masjid ini sangat berbeda dengan masjid pada umumnya. Di bagian atap masjid tidak terdapat kubah melainkan atap berbentuk gonjong. Seperti kebanyakan masjid-masjid kuno di daerah Jawa memiliki atap segitiga bertingkat yang merupakan akulturasi budaya Islam dan Hindu, atap gonjong pada masjid ini juga merupakan akulturasi antara budaya Islam dan Minangkabau.

Masjid ini memiliki nama lain yaitu Masjid Mahligai Minang. Desain dari masjid ini dirancang oleh seorang arsitek bernama Rizal Muslimin, yang didasarkan pada tiga simbol kehidupan yaitu mata air, bulan sabit dan rumah gadang. Secara keseluruhan bangunan masjid dirancang dengan memadukan aspek tradisional masyarakat setempat dan kebudayaan Islam dengan konsep modern. Hal ini sejalan dengan falsafah adat masyarakat Minangkabau yaitu “Adat Basandi Sarak, Sarak Basandi Kitabullah”. Falsafah ini berarti adat dan agama adalah dua hal yang senantiasa berjalan beriringan.

Empat sudut lancip di bagian atap masjid ini juga memiliki maknanya sendiri yang terinspirasi dari bentangan kain yang digunakan untuk meletakkan batu Hajar Aswad. Pada saat Kakbah selesai direnovasi, terjadi perselisihan di antara empat kabilah suku Quraisy mengenai siapa yang paling berhak untuk meletakkan kembali batu Hajar Aswad tersebut. Maka dengan bijaksana Rasulullah Saw meletakkan Hajar Aswad di atas bentangan selembar kain untuk diangkat oleh perwakilan dari empat kabilah dan diletakkan kembali ke tempatnya secara bersama-sama. 

 

 

Dari segi penamaan "Masjid Raya Sumatera Barat" juga sangat lekat dengan budaya Minangkabau. Jika diartikan menurut bahasa Minang sendiri, kemungkinan nama yang cocok adalah "Surau Gadang Minangkabau". Surau artinya tempat beribadah sebagai mana masjid, gadang artinya besar dan Minangkabau adalah sebutan untuk tanah Sumatera Barat. Dahulu kala banyak surau gadang digunakan untuk tempat ibadah dan pendidikan agama di Sumatera Barat.

Masjid dengan luas area sekitar 40.343 meter persegi ini, terdiri dari tiga lantai. Masjid ini dapat menampung sekitar 20 ribu jamaah. Lantai dasar masjid mampu menampung 15 ribu jamaah, dan masing-masing 5 ribu jamaah di lantai dua dan tiga. Pada bagian dalam masjid terdapat mihrab yang bentuknya menyerupai batu Hajar Aswad. Latar belakang warna dominan putih dengan ukiran kaligrafi Asma’ul Husna di bagian atas mihrab.

Di bagian samping bangunan masjid terdapat menara setinggi 85 meter yang dibuka untuk umum sebagai tempat wisata. Para pengunjung dapat naik ke bagian atas menara dengan menggunakan lift.

 

.